Minggu, 10 Juni 2012

Soundwaves: Piyu, Hitler dan Fasisme

Ada waktu ketika musisi tak beda dengan bigot lainnya di muka bumi. Musisi juga manusia, pembenaran paling gampangnya. Pula bukan salah mereka kemudian musisi dianggap punya ruang lebih untuk komentar dan celetukannya lebih didengar dibanding orang biasa. Terima kasih pada budaya populer yang membuat ini memungkinkan.

Eric Clapton dahulu kala sekali mempelopori celetukan bodoh yang membuat orang tak hanya menaikkan alis mereka. Ia berujar, di atas panggung pula, bahwa Inggris telah menjadi sangat sesak, overcrowded oleh imigran kulit hitam. Ia berteriak "Throw the wogs out! Keep Britain white!" dan kemudian menyerukan orang-orang untuk memilih Enoch Powell, seorang politikus rasis sayap kanan yang, dalam pemahaman Clapton, berguna untuk mencegah Inggris berubah menjadi koloni kulit hitam.

Persis pula saat David Bowie yang pernah melewati waktu menjadi asshole dengan kebodohan dukungannya bagi tiran fasis. I'm a big fan of Mr. Ziggy Stardust's music, namun saya tak bisa mengingkari kenyataan bahwa -meski di kemudian hari ia nyatakan sebagai kesalahan- ia pernah sepakat dengan totalitarianisme dan berujar bahwa "Britain could benefit from fascist leaders.”

Menjadi tak sekedar tertarik pada isi eksotis fasisme, Bowie memuja Hitler yang ia sebut sebagai ‘the first